Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, tentang administrasi kependudukan, yang di dalamnya menyebutkan pemberian sangsi bagi masyarakat yang terlambat mengurus akte kelahiran, dinilai cukup memberatkan warga. Meski demikian, beruntung, peraturan yang semestinya diberlakukan per Tanggal 1 Januari 2012 itu, belum resmi dilaksanakan. Pasalnya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispenduk Capil) Pemkab Jember, mengaku masih menunggu keputusan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), atas pengajuan permohonan penangguhan pemberlakuan undang-undang tadi, oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Meski demikian, masyarakat tetap menginginkan orang nomor satu di Jember, yakni Bupati MZA Djalal, mampu mensiasati pemberlakuan undang-undang tadi, pada saat peraturan itu mulai diberlakukan nantinya.
Abdul Kadar, salah seorang warga yang ditemui Soka Radio, saat mengurus akte kelahiran putrinya, di Kantor Dispendukcapil Pemkab Jember, mengaku tidak setuju dengan kebijakan baru dari Pemerintah Pusat tadi. Pasalnya, akte kelahiran merupakan hak utama dan pertama dari seorang warga negara, sebagai bukti pengakuan dari Negara terhadapnya. Sehingga, menurut dia, jika di masa-masa mendatang ketentuan tentang denda tetap diberlakukan, maka aturan baru itu dinilainya berbanding terbalik dengan hak asasi masyarakat. Dengan adanya keputusan tentang pemberian sangsi, maka seolah-olah akte kalhiran menjadi sebuah kewajiban. Padahal seharusnya, akte merupakan hak, sedangkan kewajibannya justru berada di tangan negara. Apabila melihat fakta tentang masih sedikitnya masyarakat Jember yang memiliki akte kelahiran, maka dia berharap Bupati Jember, MZA Djalal, dapat menelorkan kebijakan untuk mensiasati Undang-Undang Administrasi Kependudukan, dengan menggratiskan biaya pengurusannya. Tujuannya, Kadar menerangkan, agar masyarakat berbondong-bondong mengurusi akte kelahiran mereka.
Dari hasil penelusuran Soka Radio, setelah undang-undang tadi resmi berlaku, maka bagi masyarakat yang baru mengurs akte kelahiran di atas usia satu tahun, maka akan dikenai sangsi administratif, berupa pembayaran denda maksimal Rp. 1 juta, dan proses penerbitan aktenya harus melalui proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jember.