Bergulirnya isu pengaktifan kembali aktifitas tambang pasir besi di Desa Paseban, Kecamatan Kencong, oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Pemkab Jember, ternyata langsung mendapat perlawanan dari sejumlah aktifis lingkungan di Jember, salah-satunya adalah LSM Mina Bahari. Dengan tegas, mereka menyatakan menolak seluruh aktifitas pertambangan di Paseban, karena masyarakat tidak dilibatkan dalam pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atas kegiatan beresiko tadi.
Ketua LSM Mina Bahari, M. Soleh, kepada sejumlah awak media, Hari Jumat siang, menjelaskan, tidak akan ada jaminan rakyat akan menjadi sejahtera, dengan adanya kegiatan pertambangan di wilayah itu. Janji yang dilontarkan Kepala Disperindag ESDM, Ahmad Sudiyono, jika kegiatan tambang pasir besi akan menyumbang ke pos Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp. 2,4 Milyar setiap tahun, yang dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat di wilayah itu, dinilainya tidak jelas dan hanya sebatas janji belaka. Dia menyebutkan, kawasan Selatan Kabupaten Jember sangat rentan dilanda bencana alam, apalagi kawasan Desa Paseban yang hanya berketinggian 2 meter di atas permukaan laut. Seandainya dilaksanakan kegiatan pertambangan di desa itu, maka bisa saja menimbulkan musibah banjir rob, atau naiknya air laut ke daratan. Tidak hanya itu saja, keberadaan pasir besi sebagai penyangga utama perbatasan laut dan daratan di daerah tadi, juga berfungsi untuk menghentikan resapan air laut ke areal persawahan. Jika tidak ada pasir besi karena telah habis dikeruk, Soleh menegaskan, dipastikan ratusan hektar sawah warga sekitar akan terkontaminasi air laut. Lebih bijak, jika Disperindag ESDM melibatkan masyarakat di Desa Paseban, untuk menerbitkan kebijakan terkait aktifitas pertambangan di desa itu. Fakat yang terjadi, masyarakat sama sekali tidak pernah dilibatkan untuk menentukan nasib wilayahnya. Tidak dilibatkannya warga Desa Paseban itu, terlihat sangat jelas dalam kasus penyusunan Amdal oleh PT. Agtika Dwi Sejahtera, yang ditunjuk oleh Disperindag ESDM untuk menjadi operator penambangan pasir besi di Paseban. Saat itu, pihak PT. Agtika tiba-tiba telah menyusun Amdal, tanpa sekalipun melakukan pertemuan dengan warga. Kondisi ini, sangat disayangkan. Pasalnya, masyarakat belum tahu resiko maksimalnya yang akan menimpa mereka, apabila dilakukan aktifitas pertambangan di wilayahnya. Seandainya kondisi itu dijelaskan secara rinci, maka rakyat dipastikan dapat memilih untuk sepakat ataupun tidak sepakat, dengan kegiatan pertambangan. Kegiatan itulah, Soleh menerangkan, yang seharusnya dilakukan Disperindag ESDM, bukannya langsung mengaktifkan kegiatan pertambangan, tanpa meminta pertimbangan dari masyarakat terlebih dahulu.