Semenjak diperkenalkan oleh Bupati Jember, Suryadi, kepada masyarakat Jember, tanaman kedalai Edamame mulai banyak dikembang-biakkan oleh masyarakat di sejumlah wilayah kecamatan. Tidak hanya itu saja, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beroperasi di wilayah Jember, yang sebelumnya membudidayakan tembakau, akhirnya beralih menanam Kedelai Edamame, karena margin keuntungannya sangat besar dan prospek pasarnya sangat cerah. Namun sayangnya, produk pertanian tadi masih harus menggunakan lisensi dari Negeri Jepang, dan tidak diperbolehkan untuk ditanam oleh perusahaan selain PT. Mitra Tani 27 sebagai pemegang lisensi tadi, meskipun sudah 15 tahun lebih menjadi produk andalan Kabupaten Jember. Jika selama ini, kedelai khas itu sebagian besar diekspor ke Jepang, maka ke di masa mendatang, kedelai super tadi bermaksud untuk menembus pasar Eropa. Langkah ekspansi pasar itu, didasari oleh permintaan dari sejumlah negara di Benua Biru.
Manejer PT. Mitra Tani 27 Jember, Heri Budiarto, menerangkan, pasar Eropa sangat antusias dengan produk baru Kedelai Edamame, yang diberi nama Mokemame. Disebutkan, PT. Mitra Tani 27 baru saja mengembangkan riset untuk menjadikan Kedelai Edamame menjadi lebih awet dan tahan lama, yang diberi nama Mokemame. Jenis terbaru ini, diyakini bisa dijadikan bahan paduan, pada beberapa makanan kegemaran masyarakat Eropa. Produk baru tadi, dihasilkan dari Kedelai Edamame yang sudah dikupas dan dibekukan. Menurutnya, orang Eropa menggandrungi produk baru itu untuk campuran sosis dan cemilan. Atas dasar fakta itulah, Heri menerangkan, pihaknya mencoba untuk mengirimkan 10% dari produksi Kedelai Edamame Jember, ke Benua Eropa.
Lebih lanjut, Heri menerangkan, sampai saat ini, PT. Mitra Tani 27 telah memiliki lahan seluas 1000 hektar, untuk membudidayakan Kedelai Edamame. Menanggapi persoalan kerja sama dengan kelompok tani yang tidak mereka bangun, diakui, masalah itu sebagai salah satu kelemahan dari pihaknya. Namun, kegiatan uji coba yang telah dilakukannya dengan kelompok tani, menyodorkan bukti, jika penggunaan pestisida oleh para petani terlalu tinggi, sehingga tidak layak untuk diekspor.