Sembilan personel kahitna sibuk mencari tempat yang mereka pikir pantas untuk dasi kupu-kupu—selain di bawah kerah. Jumat sore, 29 Januari 2010, Yovie Widianto (piano, keyboard), Mario Ginanjar (vokal), Hedi Yunus (vokal), Carlo Saba (vokal), Dody Isnaini (bass), Harry Suhardiman (perkusi), D. Bambang Purwono (keyboard), Budiana Nugraha (drum), dan Andrie Bayuaji (gitar) datang ke Rolling Stone dalam rangka mempromosikan album terbaru mereka, Lebih Dari Sekedar Cantik.
Ini peristiwa langka, karena selama 22 tahun berkarier di industri musik, Kahitna jarang sekali lengkap berkumpul — mereka menyebut alasan jalanan macet dan rasa malas sebagai penyebab jarang berkumpul. Bahkan ketika menggarap album terbaru pun, hanya dua kali mereka bertemu dalam formasi yang lengkap.
“Mungkin itu resep awetnya, jadi kurang konflik. Pas ketemu jadi kangen,” kata Mario.
“Ngebandnya kan di tabrakan-tabrakan itu, paling nanti komunikasi. Ini jangan begitu. Jadi, kami band pop, tapi mengerjakannya rock & roll! Ini ada perpaduan. Pemikirannnya jazz, mainnya di pop, kelakuan sedikit rock & roll, tapi hatinya klasik!” kata Yovie soal pertemuan yang hanya dua kali itu.
Kebersamaan selama 22 tahun itu, kata Yovie, merupakan keberuntungan sekaligus pencapaian tersendiri bagi Kahitna. Padahal, Yovie merasa Kahitna hanya akan bertahan selama satu dekade. Tapi nyatanya dua dekade bisa mereka lewati. Dan Kahitna jadi salah satu band yang berhasil melewati perubahan setiap zaman.
Bagi Kahitna, setiap zaman punya tantangan yang berbeda. Dulu, mereka jadi jawara festival di skala internasional, tapi musik mereka dianggap susah dijual. Ternyata tantang-an itu bisa terjawab juga. Lantas, ketika me-reka menjadikan musik yang dominan piano dan dianggap tak menjual, malah terbukti sebaliknya. Belakangan, malah ba-nyak lagu yang dominan piano jadi jualan. Untuk menjawab tantangan setiap zaman itu, kata Yovie, ada yang dia namakan de-ngan idealis kompromistis.
Menyesuaikan diri selama tak mengorbankan sisi mereka yang pernah belajar musik, belajar progresi dan harmoni. Memilih not-not yang mudah dicerna adalah salah satu kompromi yang mereka anggap masih pantas. Atau, membuat lagu yang durasinya sesuai de-ngan perkembang-an tren musik. Maklum, sekarang membuat lagu empat menit saja sudah dianggap terlalu panjang. Dari segala macam usaha menyesuaikan diri de-ngan zaman itu, ada yang berhasil, ada juga yang gagal. Single yang tak laku dianggap sebagai contoh kegagalan Kahitna. Mereka membuat lagu yang secara teknis bagus, tapi malah tak didengar orang.
Malah, ketika mereka baru pertama kali membuat lagu yang mereka rasa berlawanan de-ngan hati nurani — karena tak terbiasa dengan pilihan nadanya, maklum me-reka dulu lebih banyak memainkan jazz atau fusion—orang-orang menyukainya hingga lagu itu meledak. Lagu “Cerita Cinta” dari album perdana me-reka Cerita Cinta [1994] awalnya dibuat — menurut istilah Yovie — ka-rena iseng-iseng untuk mengamen.
“Setelah laku, banyak media bilang, ‘Wah ini keberhasilan dari akulturasi teknik.’ Dalam hati gue ngomong, sebenarnya sih nggak- begitu,” kata Yovie seraya tertawa.
Akhirnya, kata Yovie, lagu “Cerita Cinta” malah membuat Kahitna dicap sebagai band ABG. Dan mereka pun menjadi salah satu band magnet perempuan, yang mempo-pulerkan kalimat ‘hiyeeee hiyeeee hiyeeee’ dalam lagu atau variasi dari kata itu. Dan kini, setelah sukses dengan lagu-lagu cinta dan mengumbar kata ‘hiyeee’ dalam lagu, Kahitna mencoba lebih memperhatikan penampilan: dasi kupu-kupu menjadi salah satu gimmick-nya — walaupun mereka tetap ingin publik memandang mereka karena musik, bukan pakaian yang dikenakan.
“Ya kami sih apa adanya, memang kepribadian kami seperti ini. Kadang mau pakai, kadang nggak,” kata Dody.
“Itu kan hanya sebuah dekor, yang penting tetap musik. Tapi ada yang menyadarkan bahwa dalam industri sekarang, band rock pun dandan. Ya sudah, kami dandan,” kata Yovie.
“Bukan ingin menunjukkan bahwa kami sekarang lebih fashionable atau apa, tapi lebih ke menghargai penonton,” kata Mario.
Soal penonton, Kahitna kini punya ge-nerasi baru: tak hanya mereka yang pernah remaja di tahun ’90-an, tapi juga remaja di milenium ketiga ini. Tawaran manggung di pensi bahkan prom night SMP pernah me-reka dapatkan. Dulu, ketika anak SMP atau SMA memanggil mereka tanpa embel-embel ‘Mas’, Yovie merasa mereka tak sopan. Tapi kini, ketika anak SMP atau SMA memanggil nama mereka, dia malah senang karena — mengutip istilah Yovie — terasa segar.
“Kahitna itu Indonesia banget. Jujur, lirik tentang cinta. Penampilan Indonesia banget, nggak Amerika-Amerikaan. Sudahlah, musik Indonesia memang begini,” kata Yovie soal kenapa Kahitna masih diterima di kalangan anak muda.
Bicara soal masa muda, ketika masa Kahitna baru muncul yang hampir bersamaan dengan munculnya Java Jive, dua band itu pernah ‘bersaing’. Yovie mencontohkan bentuk persaingan mereka dengan hal mencari perhatian panitia penyelenggara konser yang perempuan. Suatu ketika, Java Jive dan Kahitna ada di satu event. Java Jive yang datang lebih dulu ternyata sudah akrab dengan para panitia. “Pas panitianya masuk lift bareng, keluarlah bunyi-bunyian, ‘Anak-anak Java Jive itu baik-baik ya, baru sampai Medan sudah pada beli oleh-oleh buat istri-istrinya.’ Besoknya, peta berubah!” kenang Yovie seraya terbahak.
Setelah 22 tahun berkarier, mereka bisa memetakan segmen penggemar untuk masing-masing personel. Doddy lebih banyak disukai mbak-mbak yang ingin les vokal. Carlo: mbak-mbak kantoran. Harry: yang berbadan agak besar atau chubby. Budi: para penyanyi daerah. Bambang: biasanya yang berbadan agak besar atau gemuk. Mario: penari, orang-orang dari dunia mode, orang-orang majalah. Hedi: ibu-ibu rumah tangga yang berkerudung. Andri: perempuan yang bergaya rocker atau gothic. Sedangkan untuk Yovie, kawan-kawannya serempak menyebut semua model video klip Kahitna sebagai pangsa pasarnya. Hingga saat ini, mereka telah merilis tujuh album dan satu album kompilasi, silakan terka berapa banyak video klip yang telah mereka buat.
Kahitna bukan tipe band yang me-netapkan dirinya harus merilis satu album per tahun. Jarak dari satu album ke album berikutnya berkisar antara dua hingga tiga tahun. Sekadar mengingatkan, ini adalah album yang telah dikeluarkan Kahitna: Cerita Cinta (1994); Cantik (1996), Sampai Nanti (1998), Permaisuriku (2000), The Best of Kahitna (2002), Cinta Sudah Lewat (2003), Soulmate (2006) dan yang terbaru, Lebih Dari Sekedar Cantik (2009). Jarak itu ada bukan karena mereka tergantung pada proyek musik Yovie di luar Kahitna, tapi karena jadwal konser yang padat — meski-pun kata Yovie, mereka jarang terlihat di televisi.
Album ini pun keluar atas desak-an Soulmate — sebutan untuk penggemar Kahitna — yang sudah meneror di dunia maya. Kata ‘cantik’ dan ‘cinta’ terdengar cukup dominan di setiap album Kahitna. Dan jika Anda bertanya-tanya kenapa sembilan pria merilis album yang berjudul Lebih Dari Sekedar Cantik, menurut Yovie, itu karena mereka jujur. Kahitna yang band pop merilis album berjudul itu masih terdengar cocok.
“Bandingkan dengan band rock, gondrong, terus nyanyi lagu ‘Cintakuuuu’ [suaranya dibuat merengek-rengek]. Lebih jujur yang mana? Jadi, kalau menurutku, itu ha-rus dilihat dengan benar-benar objektif. Aerosmith saja nyanyinya, ‘Craaazyyy...craaazyyy.’ Jadi, kami jujur saja bilang cewek itu lebih dari sekadar cantik. Tapi nyanyinya jangan, ‘Lebih dari sekadar cantik’ [suaranya dibuat cempreng dan meniru suara perempuan], tapi [dengan suara yang dibuat lebih gagah] ‘Lebih dari sekedar cantik’,” kata Yovie.
“Tak pernah ada masa ingin bubar?” tanya saya.
“Kalau diskors sih, Hedi pernah. Dulu kan masa-masa [memperagakan gerakan orang menyuntik]. Ada masa-masa itu. Ini band pop tapi kelakuannya gawat! [tertawa] Akrab dengan yang kacau-kacau. Sempat bersahabat dengan syaithonirrodziim. Sebenarnya kacau,” kata Yovie terbahak.
“Mana ada band pop belinya aluminium foil melulu!” sambung Dody.
“Sekarang?”
“Seperti album Kahitna, Cinta Sudah Lewat! [tertawa] Semua sudah lewat!” jawab Yovie.
“Asal jangan kena liver ya,”
“Ooh, itu sudah! [terbahak] Saya kan drunken master. Di panggung baru satu lagu, ngeeeeng,” kata Yovie.
“Apa momen yang membuat kalian sadar?”
“Yovie dulu punya istilah, kalau mau manggung, alirannya air, sementara kami kimia. Pernah di Yogya, tiba-tiba closing bawa “Suratku” entah kenapa tempo Yovie jadi kencang. Saya di tengah lagu turun dan banting mikrofon. Ya, umur juga, dan kesehatan, akhirnya kami sadar,” kata Hedi sambil tersenyum.
“Saya dulu ketagihan minumnya sampai kacau. Tiap hari datang ke Hard Rock Cafe, saya nggak bayar, pulang, mobil ditinggal. Tiba-tiba ada tagihan ke kantor. Tiap malam minimal 900 ribu,” kata Yovie, lagi-lagi sambil tertawa.
“Mulai tahun berapa Kahitna sehat?”
“Ya tujuh tahun terakhirlah, sejak ada Mario,” kata Yovie.
Mario adalah jebolan Asia Bagus 1998. Di situs kahitna.net disebutkan bahwa Mario masuk menjadi personel Kahitna sejak album Cinta Sudah Lewat (2003). Mario menyebutkan Mariah Carey, Anggun dan Phil Collins sebagai penyanyi favoritnya. Sejak kedatangan lelaki kelahiran 11 Maret 1982 ini, para personel Kahitna merasa di-segarkan kembali. Mario membuat selera Kahitna yang agak lebih dewasa jadi lebih muda lagi. Di sampul CD album terbaru, Mario menempati urutan pertama sebagai personel Kahitna dengan senyum dan eks-presi paling ceria: dia memakai dasi kupu-kupu untuk menutupi matanya, sambil mulutnya menganga lebar khas pose senyum banyak anak muda di dunia maya.
Urutan kedua paling ceria ditempati oleh Hedi, yang memicingkan mata sambil menjulurkan sedikit lidahnya. Urutan ketiga dan seterusnya agak susah dinilai karena pose cerianya sama besarnya, tapi tak melebihi cerianya Mario dan Hedi. Tapi, meski di sampul CD wajah mereka terlihat ceria dan rapi, Yovie mengingatkan. “Walaupun pop, hati kami gahar! Jadi, hati-hati dengan kami,” katanya seraya tertawa.
sumber : rollingstones.co.id