Banyaknya pasien dari kalangan masyarkat miskin yang dirawat oleh beberapa rumah sakit daerah di Kabupaten Jember, ternyata menjadi masalah serius yang harus segera ditemukan solusinya oleh Pemkab Jember. Pasalnya, anggaran sebesar Rp. 6,3 Milyar untuk masyarakat miskin non kuota Jamkesmas, yang dicantumkan dalam APBD Jember Tahun 2012 itu, dipastikan hanya mampu bertahan sampai Bulan Mei yang akan datang. Pernyataan tadi disampaikan secara serempak oleh Direktur Utama RSD dr. Soebandi, RSD Balung dan RSD Kalisat. Kondisi ini terjadi, karena pasien dari kalangan masyarakat miskin yang menggunakan Surat Pernyataan Miskin (SPM) di 3 Rumah Sakit Daerah (RSD) itu, jumlahnya membeludak. Dalam pelaksanaan rapat dengar pendapat atau hearing di Komisi D DPRD Kabupaten Jember, Hari Kamis pagi, diketahui jika sampai Bulan Maret kemarin, bantuan untuk pasien tak mampu yang namanya tidak masuk dalam data base Jamkesmas alias non-kuota, telah menyedot anggaran lebih dari Rp. 3,5 Milyar.
Dirut RSD dr. Soebandi, dr. Yuni Ermita, kepada sejumlah wartawan, Hari Kamis pagi, menjelaskan, saat ini, jumlah pasien dari keluarga miskin yang dirawat di RSD dr. Soebandi, sudah lebih dari 4 ribu pasien. Kemungkinan besar, anggaran yang disiapkan untuk pasien Jamkesmas non-kuota tadi, hanya mampu bertahan hingga Bulan Mei saja. Kondisi ini, diakuinya sebagai catatan buruk, jika pemerintah tidak segera memberikan tambahan anggaran untuk keperluan itu. Saat ini, pembuatan SPM oleh Kepala Desa untuk mengurus Jamkesmas non kuota, sangat mudah dan nyaris tanpa penyaring. Sehingga, masyarakat yang seharusnya menjadi pasien Jamkesmas, ternyata justru masuk dalam Program Jamkesmas non-kuota. Selanjutnya, Yuni meminta agar pemerintah dan dinas terkait, memperketat pemberian ijin pembuatan SPM. Dia juga meminta, agar dilakukan koreksi yang mendalam terhadap masyarakat yang mengajukan permohonan penerbitan SPM. Jika mereka sudah terdaftar dalam Program Jamkesmas, Yuni menegaskan, maka tidak boleh masuk dalam Program Jamkesmas non-kuota, sehingga pembiayaan atas layanan kesehatannya ditanggung pemerintah pusat, bukannya oleh pemerintah daerah lagi.
Menanggapi persoalan ini, anggota Komisi D DPRD Jember, M. Hafidi, menyarankan agar Dinas Kesehatan membuat peraturan tegas. Selama ini, SPM yang dimiliki warga berlaku selama 3 bulan, sehingga banyak yang menyalahgunakannya. Selain itu, juga banyak terdapat calo pengurusan Jamkesmas non-kuota di Dinas Kesehatan, yang dinilai sebagai bentuk ketelodoran dari instansi ini. Untuk mengatasinya, maka harus diberlakukan peraturan jika SPM hanya untuk sekali pakai. Sedangkan terkait upaya pemberantasan calo, Hafidi meminta agar Kepala Desa tidak sembarangan menerbitkan SPM tadi.