Koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa, sesuai yang digagas oleh Bung Hatta, ternyata harus ternodai oleh ulah tak bertanggung jawab dari generasi sekarang. Pasalnya, dari 204 Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) yang telah masuk dalam database (data induk) Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Pemkab Jember, ternyata hanya beberapa saja yang masih aktif, hingga detik ini. Ratusan Kopontren tadi hanya aktif diawal saja, ketika ada proyek-proyek tertentu dari pemerintah yang disalurkan melalui Dinas Koperasi dan UMKM.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Pemkab Jember, Ir. Mirfano, kepada sejumlah wartawan, mengatakan, banyaknya Kopontren yang tidak aktif merupakan masalah klasik yang terjadi di dunia koperasi Jember. Meski demikian, pihaknya tetap melakukan pembinaan terhadap koperasi dan kopontren itu. Pada Tahun 2010, sedikitnya tercatat jumlah Kopontren sebanyak 152 buah, dan bertambah lagi pada Tahun 2011 sehingga mencapai angka 204 Kopontren, yang sudah berbadan hukum maupun belum. Dari jumlah sebanyak itu, ternyata hanya beberapa saja yang rutin melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) di Tahun 2011 hingga hari ini. Menurut dia, banyaknya Kopontren yang tidak aktif ini, disebabkan sebagian besar pengurusnya mendirikan koperasi untuk kepentingan sesaat, yakni guna mendapatkan bantuan pada saat program pemerintah diluncurkan. Akibatnya, umur mereka tidak bertahan lama, Mirfano menandaskan, karena pada saat jangka waktu sebuah proyek habis, maka Kompontrennya juga bakal mati.
Lebih lanjut, Mirfano menjelaskan, seharusnya pendirian sebuah koperasi seharusnya didasarkan pada tujuan yang benar, yaitu untuk menyejahterakan semua anggotanya, bukan malah menyejahterakan pengurusnya saja. Jika misi ini yang dijalankan, maka Koperasi termasuk juga Kopontren sebagai implementasi perekonomian masyarakat Indonesia, seperti yang tertera dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bisa terjaga dan mampu diwujudkan secara benar.