DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) Pemkab Jember mengambil tindakan tegas atas temuan Komisi C DPRD Jember terkait banyaknya material proyek tortoar di Kawasan Kampus Tegal Boto yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Material yang tidak sesuai itu harus dibongkar dan diganti sesuai dengan spesifikasi yang tertera dalam Rancangan Anggaran Biaya (RAB). Jika tidak, maka ada konsekuwensi hukum yang harus ditanggung kontraktor.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala DPU BMSDA Pemkab Jember, Rasyid Zakaria saat rapat dengar pendapat bersama Komisi C Senin (20/11) di Gedung Parlemen. “Bahan yang tidak sesuai spek, ditolak, diganti, dibongkar titik. Selesai persoalan,” tegas Rasyid.
Menurut Rasyid, dalam system pengawasan proyek milik DPU BMSDA sudah ada buku direksi yang melaporkan seluruh aktifitas pelaksanaan proyek. “Buku direksi ini untuk mengingatkan bahwa pasir yang digunakan harus pasir lumajang. Ini dilaporkan setiap hari oleh pengawas, yang diteken oleh peaksana dan direksi. Jadi tidak ada pengawas dikasih makan kemudian disuruh ganti pasir gumuk,” tegasnya.
Hanya saja, diakui Rasyid memang ada kendala yang dihadapi oleh pengawas di lapangan. Pengawas tidak bisa mengawasi setiap hari karena pengerjaan proyek tersebut berdasarkan hari kalender. “Kalau hari kalender, maka hari sabtu dan minggu tetap bekerja. Sedangkan PNS tidak. Terus bagaimana mengawasinya? Ini kan persoalan,” katanya.
Jika kontraktor memiliki niatan baik, hal tersebut sebenarnya tidak menjadi persoalan. Sebaliknya, kalau niatannya sudah jelek maka hal ini akan digunakan untuk berbuat kecurangan. “Kita kembalikan kepada niatan kontraktor. Kalau niatannya baik, tanpa harus diawasipun pekerjaannya pasti dilaksanakan dengan baik,” tuturnya.
Rasyid menambahkan, dalam proses lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP) PT. Aresko memang mengajukan penawaran di bawah pagu anggaran, yakni sebesar 86 persen. Kendati demikian, bukan berarti diperbolehkan mengganti spesfikasi material yang sudah ditetapkan dalam RAB.
“Bagaimana mungkin harga pasir satu kubik seribu ditawar dengan harga 86 persen. Tidak ada toko yang menjual seperti itu. Tetapi ini tidak menjadi persoalan, karena menawar 86 persen kemudian memakai pasir gumuk. Tidak boleh ini, karena dalam speknya pasir Lumajang,” tegas Rasyid.
Bahkan Rasyid menegaskan tidak hanya proyek trotoar di Kawasan Kampus saja yang diharuskan menggunakan pasir Lumajang, akan tetapi seluruh proyek PU BMSDA juga harus menggunakan pasir Lumajang. “Semua Proyek PU tidak ada yang menggunakan pasir Lumajang. Silahkan disidak,” tegasnya.
Terkait perbedaan antara kualitas paving berwarna hitam dengan warna merah, lanjut Rasyid jelas akan bermasalah karena tidak diproduksi oleh pabrik yang sama. “Paving yang dites pertama kali K250 contoh pertama. Bisa jadi pabrik itu tidak sesuai contoh diawal, makanya dites oleh Komisi C ternyata ada persoalan. Masalah kedua, paving itu tidak diproduksi oleh satu pabrik, jelas tidak sama hasilnya,” terangnya.
Oleh sebab itu, Rasyid menginstruksikan kepada PT. Aresko agar membongkar dan mengganti seluruh material proyek yang tidak sesuai dengan spek. Jika ternyata sampai akhir pengerjaan PT. Aresko tetap tidak mengindahkan rekomendasi tersebut, maka ada konsekuwensi hukum yang harus ditanggung.
“Semua akibat pelaksanaan yang salah menjadi tanggung jawab pemborong. Bisa kita tidak bayar, kalau memang tidak benar pengerjaannya. Persoalan ini juga sudah saya laporkan kepada Kejaksaan Negeri Jember. Sudah saya konsultasikan kepada Kejaksaan karena proyek ini disorot oleh semua pihak,” tegasnya.