Anggaran pembebasan lahan Jalur Lintas Selatan (JLS) senilai Rp 24 Milyar terancam tidak terserap hingga tutup tahun anggaran. Pasalnya, sampai detik ini belum ada satupun lahan yang berhasil dibebaskan karena harga yang ditetapkan appresial (juru taksir) tidak sesuai dengan keinginan masayrakat.
“JLS sudah berkali-kali rapat di desa. Sesuai dengan tupoksinya PU hanya membayar saja. Tetapi hasil pantauan saat saya ikut rapat belum ada kesepakatan harga dengan masyarakat disana. Apakah di sumberjo maupun di tempurejo. Kami menunggu kesepakatan itu dari BPN (Badan Pertanahan Nasional),” terang Kepala Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) Jember, Rasyid Zakaria.
Sesuai dengan taksiran appresial, memang ada perbedaan antara harga lahan yang satu dengan lahan lainnya. Sekitar 40 persen harganya mencapai Rp 100.000 - Rp 110.000 permeter. “Di bawah itu, harganya Rp 80.000 dan Rp 60.000. Saya tidak tahu persoalan tanah, yang tahu appresial dan BPN. Rakyat mintanya satu hektar harganya sama semua Rp 1 Milyar perhektare. Persoalan ini terus bergulir di dua desa itu,” jelasnya.
Rasyid mengaku kecewa dengan pola pendekatan yang dilakukan BPN dalam menyikapi tuntutan rakyat ini. Dia menilai BPN tidak melakukan pendekatan yang persuasive kepada masyarakat seperti yang dilakukan DPU BMSDA ketika pembebasan lahan di Jalan Hayam Wuruk. “Rakyat langsung dipanggil, langsung diberitahu harganya. Jadi kalau tidak suka mau ditaruh di pengadilan. Maka kolep rakyat itu. Ini cara yang dianut BPN,” ungkapnya.
Padahal, batas waktu pembebasan lahan ini paling akhir sampai tanggal 27 Desember mendatang. Jika sampai batas akhir waktu tersebut, pembebasan tidak bisa dilakukan maka secara otomatis anggaran Rp 24 Milyar itu tidak bisa terserap. “Saya berharap kalau bisa selesai sebelum tanggal 27. Kalau belum selesai, maka dianggarkan kembali pada Tahun 2018,” katanya.
Ketua Komisi C DPRD Jember, Siswono mengaku kaget dengan informasi yang disampaikan kepala DPU BMSDA tersebut. Sebab, berdasarkan informasi terakhir yang disampaikan DPU BMSDA kepada Komisi C, pembebasan lahan JLS sudah hampir 100 persen rampung tinggal menyisakan 2 pemilik lahan yang belum tercapai kesepakatan.
“Ini saya sangat kaget, ternyata pembebasan lahan JLS realisasinya nol persen. Padahal, laporan terakhir yang kita terima, pembebasan lahan JLS sudah hampir rampung. Bahkan, saat kita kunjungan kerja di Komisi V DPR RI kita sampaikan JLS tidak ada masalah. Tapi ternyata kondisinya seperti ini,” sesalnya.
Politisi Partai Gerindra ini lantas menyayangkan kenapa informasi ini baru disampaikan kepada Komisi C menjelang tutup tahun anggaran. “Saya kecewa dengan Pak Rasyid. Mengapa baru sekarang disampaikan kepada Komisi C. Semestinya, persoalan ini disampaikan dari awal, sehingga kita bisa panggil dan mendesak BPN untuk menyelesaikan pembebasan lahan JLS,” tegasnya.
Namun dengan sisa waktu menunggu hitungan hari hingga tutup tahun anggaran, jelas pembebasan lahan JLS sangat sulit untuk direalisasikan. “Ujung-ujungnya anggaran tak terserap dan menjadi SILPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) lagi,” tukasnya.